Laman

Jumat, 27 Mei 2016

Energi dan Harapan

     Menulis membutuhkan energi, pikiran, dan perasaan. Dengan seimbangnya ketiga unsur itu, maka proses menulis dapat dilakukan dengan mudah, malah dapat menghidupkan imajinasi dan menyalurkan perasaan atau pemikiran sang penulis.

     Aku rindu saat dimana aku dapat mengontrol emosiku dan dengan bebas mengekspresikan diriku melalui rangkaian kata. Di usia remaja ini, ada banyak pikiran dan perasaan liar yang muncul ketika kita tidak menginginkannya untuk pernah ada. Melawan rasa kegelisahan hanya bisa membesarkannya. Lebih baik memproduksi perasaan baru yang positif.

     Kadang, aku dihantui dengan bukuku. Bukuku yang hilang, bukuku yang malang, bukuku yang tak sempat diproduksi karena aku kehilangan naskahnya. Naskahnya berada di USB Flash Drive dan sayangnya benda mungil itu hilang. Memang isi naskah itu tidak terlalu bagus, tapi seorang penulis dianjurkan untuk tidak lalai menghilangkan naskahnya.

     Kesedihan akan kehilangan naskah membuatku lelah untuk menulis, kehilangan harapan, imajinasi sedang terpuruk dan konsistensi mulai menipis. Aah! Ini semua adalah ujian untuk membuatku keluar dari zona nyaman, untuk menulis yang terbaik dan memberikan yang terbaik pada dunia. Dengan menulis, ide kita bisa abadi dan dipelajari oleh orang-orang di masa depan. Aku butuh energi dan harapan! Kedua hal itu sebenarnya sudah ada di dalam diriku, tapi pernah terkubur dan sedang dalam proses kebangkitan yang mega. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar