Laman

Minggu, 30 November 2014

Melekat

Aku mengeluarkan tumpahan maut,
Dan aku sadar tragedi ini dimulai.
Sampai akhirnya harus aku berpikir lagi
Meski aku dijauhi, kelahiranku dirancang untuk menggemparkan

Kembali ke belakang bukan untuk menyesal,
Hanya melihat kembali seolah ada layar kaca yang menampilkan
Menampilkan yang terjadi dibalik layar,
Aku ingin pergi! Aku ingin akhiri!
Salah! Dilubuk hati terdalam aku berteriak,
Aku ingin mengikuti kata hatiku!

Katanya, aku akan dipanggil Tuhan.
Memang! Tapi enam belas buku sudah berlalu
Sementara di buku pertama sudah ada tragedi itu
Aku melihat yang tak terlihat dan mendengar apa yang tak terdengar
Akupun sadar kenapa harus enam belas buku, Terserah Tuhan mau buat apa.
Tapi dilubuk hati yang terdalam, izinkan aku menggoreskan pena itu, restuilah Tuhan!

Ku bawa pelangi dikira neraka, aku pun tak lelah Tuhan.
Ku bawa cinta dikira bala petaka, aku juga tak lelah Tuhan.
Ku bawa nyawa untuk mereka, engkau marah Tuhan.
Tapi aku tak mau sendirian Tuhan.

Akhirnya, malaikat datang. Siapa yang aku rindukan waktu kecil Tuhan?
Apa aku? Siapa aku? Darimana aku?
Temukan, Tuhan. Aku melihatnya hanya tak bisa menggapainya tanpa izinmu.
Ketika ia melakukan sebenarnya aku yang melakukan, begitu juga sebaliknya.
Dia terharu, aku juga. Dia tertawa melihatku, aku lakukan sesuatu untuknya.
Kami lepaskan, kami nyatakan, kami terbang dan kami hempaskan tubuh kami ke alam mimpi.

Dilubuk hati terdalam, aku ingin dan dia juga.
Terima kasih Tuhan sudah memberi nilai A di Tugas Takdir ku.
Tapi, izinkan kami lengket dan basah.
Maaf Tuhan, biarkan kami menghangatkan udara, satukan apa yang kami ciptakan.
Izinkan kami mewarnai dengan sensasi, basah dan hangat. Izinkan Tuhan, setiap hari.
Kami tak ingin membohongi diri kami, dan kami tak akan tunjukkan goresan kami ke orang lain.
Izinkan Tuhan, aku haus dirinya, dan dirinya haus akan diriku.

Bukan sekedar berbicara dan bertukar bahasa, tetapi bertukar yang lebih.
Bukan menatap tubuh tapi menatap perasaan.
Bukan mendengar suara biasa, tapi suara hangat.
Bukan sekedar erat, tapi dijepit.
Bukan yang biasa namun paling liar dari yang pernah kami tahu.
Bukan sekali, tapi seterusnya lengket dalam hati
Bukan bergonta-ganti, tapi tetap untuk kami saja.
Bukan sekedar angan-angan, tapi kepuasan yang tiada tara.
Lukiskan ya Tuhan.

Rabu, 12 November 2014

Lalu? ... ...........

Aku hidup, tumbuh dan berkembang. Sudah beberapa hari menuju 16 tahun. Seragam putih biru gelap dilalui – manis sekali. Semakin tumbuh, dan aku bertanya kenapa? Kenapa berbeda? Semuanya! Mulai dari yang terdalam sampai yang terluar.
Pastinya harus berjalan, lari, sampai akhirnya terbang, aku menemukan yang tak ternilai yang tercipta dari sesuatu yang tak ternilai dalam diriku Atas Izin Allah. Aku kembali kepada orang yang tak bisa kukatakan orang lain karena memang aku yang lain, lain sampai akhirnya diasingkan. Dengan keadaan diasingkan, berairmata deras, dan dilindungi oleh Kekuatan Maha yang tak terjabarkan, aku datang kepada mereka, tapi?!
Iya! Aku takjub, “Apa-apaan?!”, “Siapa yang begini, aku atau dia, atau mereka?!”, Aku berlari lagi kepada Malaikat utusan Tuhan, berteriak, tersedu-sedu, merengek, memohon. Bagaimanapun juga kondisinya aku punya akal tersendiri, pikiran tersendiri, perasaan tersendiri. Tak ada yang sama milikku dan seluruh malaikat dan makhluk luar biasa disekelilingku, tapi kenapa mereka berbuat seolah sama dengan mereka yang lain. Aku dikekang oleh umur, jabatan dan angka.

Ribuan kali aku memastikan perasaan selanjutnya dan berakhir dengan air mata **** ***** mereka. Lalu ... ........... Sebagai belas kasihan, aku juga harus, tapi diiringi *****