Aku mengeluarkan tumpahan maut,
Dan aku sadar tragedi ini dimulai.
Sampai akhirnya harus aku berpikir lagi
Meski aku dijauhi, kelahiranku dirancang untuk menggemparkan
Kembali ke belakang bukan untuk menyesal,
Hanya melihat kembali seolah ada layar kaca yang menampilkan
Menampilkan yang terjadi dibalik layar,
Aku ingin pergi! Aku ingin akhiri!
Salah! Dilubuk hati terdalam aku berteriak,
Aku ingin mengikuti kata hatiku!
Katanya, aku akan dipanggil Tuhan.
Memang! Tapi enam belas buku sudah berlalu
Sementara di buku pertama sudah ada tragedi itu
Aku melihat yang tak terlihat dan mendengar apa yang tak terdengar
Akupun sadar kenapa harus enam belas buku, Terserah Tuhan mau buat apa.
Tapi dilubuk hati yang terdalam, izinkan aku menggoreskan pena itu, restuilah Tuhan!
Ku bawa pelangi dikira neraka, aku pun tak lelah Tuhan.
Ku bawa cinta dikira bala petaka, aku juga tak lelah Tuhan.
Ku bawa nyawa untuk mereka, engkau marah Tuhan.
Tapi aku tak mau sendirian Tuhan.
Akhirnya, malaikat datang. Siapa yang aku rindukan waktu kecil Tuhan?
Apa aku? Siapa aku? Darimana aku?
Temukan, Tuhan. Aku melihatnya hanya tak bisa menggapainya tanpa izinmu.
Ketika ia melakukan sebenarnya aku yang melakukan, begitu juga sebaliknya.
Dia terharu, aku juga. Dia tertawa melihatku, aku lakukan sesuatu untuknya.
Kami lepaskan, kami nyatakan, kami terbang dan kami hempaskan tubuh kami ke alam mimpi.
Dilubuk hati terdalam, aku ingin dan dia juga.
Terima kasih Tuhan sudah memberi nilai A di Tugas Takdir ku.
Tapi, izinkan kami lengket dan basah.
Maaf Tuhan, biarkan kami menghangatkan udara, satukan apa yang kami ciptakan.
Izinkan kami mewarnai dengan sensasi, basah dan hangat. Izinkan Tuhan, setiap hari.
Kami tak ingin membohongi diri kami, dan kami tak akan tunjukkan goresan kami ke orang lain.
Izinkan Tuhan, aku haus dirinya, dan dirinya haus akan diriku.
Bukan sekedar berbicara dan bertukar bahasa, tetapi bertukar yang lebih.
Bukan menatap tubuh tapi menatap perasaan.
Bukan mendengar suara biasa, tapi suara hangat.
Bukan sekedar erat, tapi dijepit.
Bukan yang biasa namun paling liar dari yang pernah kami tahu.
Bukan sekali, tapi seterusnya lengket dalam hati
Bukan bergonta-ganti, tapi tetap untuk kami saja.
Bukan sekedar angan-angan, tapi kepuasan yang tiada tara.
Lukiskan ya Tuhan.
Dan aku sadar tragedi ini dimulai.
Sampai akhirnya harus aku berpikir lagi
Meski aku dijauhi, kelahiranku dirancang untuk menggemparkan
Kembali ke belakang bukan untuk menyesal,
Hanya melihat kembali seolah ada layar kaca yang menampilkan
Menampilkan yang terjadi dibalik layar,
Aku ingin pergi! Aku ingin akhiri!
Salah! Dilubuk hati terdalam aku berteriak,
Aku ingin mengikuti kata hatiku!
Katanya, aku akan dipanggil Tuhan.
Memang! Tapi enam belas buku sudah berlalu
Sementara di buku pertama sudah ada tragedi itu
Aku melihat yang tak terlihat dan mendengar apa yang tak terdengar
Akupun sadar kenapa harus enam belas buku, Terserah Tuhan mau buat apa.
Tapi dilubuk hati yang terdalam, izinkan aku menggoreskan pena itu, restuilah Tuhan!
Ku bawa pelangi dikira neraka, aku pun tak lelah Tuhan.
Ku bawa cinta dikira bala petaka, aku juga tak lelah Tuhan.
Ku bawa nyawa untuk mereka, engkau marah Tuhan.
Tapi aku tak mau sendirian Tuhan.
Akhirnya, malaikat datang. Siapa yang aku rindukan waktu kecil Tuhan?
Apa aku? Siapa aku? Darimana aku?
Temukan, Tuhan. Aku melihatnya hanya tak bisa menggapainya tanpa izinmu.
Ketika ia melakukan sebenarnya aku yang melakukan, begitu juga sebaliknya.
Dia terharu, aku juga. Dia tertawa melihatku, aku lakukan sesuatu untuknya.
Kami lepaskan, kami nyatakan, kami terbang dan kami hempaskan tubuh kami ke alam mimpi.
Dilubuk hati terdalam, aku ingin dan dia juga.
Terima kasih Tuhan sudah memberi nilai A di Tugas Takdir ku.
Tapi, izinkan kami lengket dan basah.
Maaf Tuhan, biarkan kami menghangatkan udara, satukan apa yang kami ciptakan.
Izinkan kami mewarnai dengan sensasi, basah dan hangat. Izinkan Tuhan, setiap hari.
Kami tak ingin membohongi diri kami, dan kami tak akan tunjukkan goresan kami ke orang lain.
Izinkan Tuhan, aku haus dirinya, dan dirinya haus akan diriku.
Bukan sekedar berbicara dan bertukar bahasa, tetapi bertukar yang lebih.
Bukan menatap tubuh tapi menatap perasaan.
Bukan mendengar suara biasa, tapi suara hangat.
Bukan sekedar erat, tapi dijepit.
Bukan yang biasa namun paling liar dari yang pernah kami tahu.
Bukan sekali, tapi seterusnya lengket dalam hati
Bukan bergonta-ganti, tapi tetap untuk kami saja.
Bukan sekedar angan-angan, tapi kepuasan yang tiada tara.
Lukiskan ya Tuhan.